AWAS, HATI - HATI SAMA EMOSI

Haloooo! Untuk mengawali blog ini, ada quote dari Ziad K. Abdeneur yang bisa jadi reminder buat kita nih
"Don't promise when you're happy
  Don't reply when you're angry, and
  Don't decide when you're sad"
Habis baca itu, gimana respon temen - temen?

Jadi, kaitannya dengan quote diatas, aku bakal bahas tentang HOT COLD EMPHATY GAP.
Agak berbelit sih, tapi penting untuk punya edukasi soal hot - cold emphaty gap ini. 
Nah, sekadar tambahan aja soal a brief history dari hot - cold emphaty gap ini bermula, yaitu ketika Loewenstein dan Daniel Read dari Unversity of Leeds melakukan observasi pada kesenjangan empati yang berkaitan dengan emosi rasa sakit pada tahun 1999. Dalam laman Stanford Center of Longevity, Loewenstein menerapkan hasil penelitiannya di bidang medis karena kesenjangan empati sering terjadi antara dokter dengan pasien. 
Lanjuttt....

Secara singkat Hot - Cold Emphaty Gap ini diartikan sebagai kesenjangan empati. Dalam ilmu psikologi, didefinisikan sebagai a cognitive bias in which people underestimate the influences of visceral drives on their own attitudes, preferences, and behaviours. Maksudnya adalah banyak orang yang menganggap remeh terhadap bagaimana preferensi, perilaku bisa sangat mudah untuk berubah tergantung keadaan emosional kita pada saat itu. Contoh singkatnya seperti gambar di bawah ini,


Jadi, mbak mbak diatas labil banget emosinya. Yang tadinya mau beli sayuran malah mlenceng beli snack dan dalam jumlah yang banyak. Pasti juga pernah ngalamin gini kan?
Contoh lain adalah ketika kita sulit memahami perasaan orang lain kalo lagi curhat misalnya, 
" Alah gitu doang nangis, lebay lo "
" Udah sabar aja, gapapa, besok juga masalahnya selesai sendiri kok "
" Sok positif banget sih jadi orang, biasa aja kalik "
" Gapapa, nangis dulu, ditenangin diri dulu "

Oleh karena itu, dalam Hot - Cold Emphaty Gap ini, ada 2 klasifikasi mengenai bentuk emosional seseorang, yaitu :
1. Hot State. Isinya adalah emosi yang kurang baik (marah, sedih, kecewa, takut, panik,dll)
2. Cold State. Isinya berupa emosi yang positif (senang, tenang, pokoknya yang bikin semangat dah)
Intinya adalah ketika kita berada pada cold state, maka ketika temen lagi curhat soal masalahnya, kita cenderung menanggapi dengan respon yang baik dan positif. Begitu juga sebaliknya, ketika kita berada diposisi hot state, trus mendengar teman curhat soal problemnya, akan cenderung seperti denial atau meremehkan orang tersebut. Kesimpulannya, emosi kita ini mengontrol bagaimana kita menyikapi suatu masalah yang dialami orang lain kecuali kita pernah berada di state yang sama seperti yang dirasakan teman kita tersebut. 

Trus, gimana cara kita agar bisa mengontrol atau menempatkan emosional sesuai dengan situasi yang terjadi. Jawabannya adalah the one and only is we have to be rational. Sulit bangettt emang, tapi gaada salahnya kita coba pelan - pelan belajar peka, belajar empati sama orang lain. Dan tuntutan untuk menjadi rasional ini adalah kita harus menyadari dulu bahwa hot state dan cold state itu penting dan gak boleh diremehin. Karena semua aktivitas kita, keputusan yang kita ambil, dan perlakuan kita terhadap orang lain perlu menggunakan pikiran yang rasional. Satu lagi reminder bahwa penting adanya batasan antara diri kamu dengan situasi yang kurang mendukung (negative situations). 

Okee, semoga tulisan diatas dapat dipahami dengan baik dan bisa mengedukasi tentang pentingnya empati pada kehidupan kita. 
Terima kasih buat yang sudah baca sampai akhir 👋.
https://longevity-stanford-edu.translate.goog/hot-cold-empathy-gaps-and-medical-decision-making/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,sc




Comments

Post a Comment

Popular Posts